WOW !! Satu kata yang terucap (selain beberapa tetes air mata yang hapir tumpah) pada sore kemarin selepas saya menonton film ini. “The Music Never Stopped” , sebuah film based on the true story yang menggambarkan sekaligus membuktikan bahwa musik bukanlah sekedar rumus nada + lirik (atau tanpa lirik).

Lebih dari itu, Gabriel Sawyer seorang hippie  penggemar berat Grateful Dead mengidap penyakit tumor otak sehingga memori yang telah dia miliki hilang, dia telihat seperti orang yang tersesat dan bingung, lebih tepatnya terlihat seperti orang linglung. Pengobatan secara medis tidak dapat membantu banyak hingga akhirnya ayahnya, Henry Sawyer membaca artikel dari seorang ahli music therapy . Ya, akhirnya ayahnya bertemu dengan Dianne Daley sang ahli music therapy itu dan therapy pun dimulai.

Ketika therapy dimulai, saya yang selama ini hanya sebagai penikmat dan sedikit bermain musik sadar bahwa musik lebih dari itu, musik adalah jejak, musik adalah semangat, musik adalah kekuatan. Ajaib, ketika Gabriel mendengar musik, dia seakan-akan menjadi normal, ingatannya kembali seolah membuka lembar demi lembar buku harian yang ditulisnya secara terstruktur sehingga kondisi ingatannya pun semakin baik.

Film ini dikemas baik oleh sutradara Jim Kohlberg dengan musik yang mempesona dari para musisi hebat seperti Bob Dylan, Grateful Dead, The Rolling Stones, The Beatles, Crosby Stills and Nash, dan Buffalo Springfield yang menambah kelayakan film ini untuk disaksikan.

Kalau Roeper and Ebert yang namanya sering saya lihat di sampul dvd bajakan memberikan 5 bintang, kenapa engga saya kasih 7 bintang untuk film ini.